Rumah warga penerima bansos diberi tanda permanen menggunakan cat. Kebijakan yang diklaim untuk graduasi ini justru membuat puluhan KK memilih mundur dari bantuan negara. (Red01/InfoSembilannews.com)
CIANJUR - Kebijakan pelabelisasian rumah penerima bantuan sosial yang diterapkan Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Cianjur menuai perhatian publik. Program yang bertujuan memperbarui dan menertibkan data penerima bantuan itu berujung pada pengunduran diri 19 Kepala Keluarga (KK) dari kepesertaan bantuan sosial.
Pelabelisasian dilakukan pada Kamis (18/12/2025) di Desa Sukamanah, Kecamatan Cugenang. Petugas Dinsos bersama perangkat desa, kecamatan, serta unsur keamanan mendatangi rumah-rumah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) untuk memberi tanda khusus menggunakan cat di dinding rumah.
Kepala Dinsos Kabupaten Cianjur, Tedy Artiawan, mengatakan kebijakan tersebut merupakan tindak lanjut instruksi pemerintah pusat dalam rangka pemutakhiran dan akurasi data bantuan sosial.
“Ini bagian dari proses graduasi agar bantuan benar-benar tepat sasaran. Bagi KPM yang merasa sudah mampu dan menolak dilabeli, dipersilakan mengundurkan diri. Saat ini ada 19 KK yang memilih mundur,” ujar Tedy.
Menurutnya, kuota bantuan yang ditinggalkan akan dialihkan kepada warga lain yang dinilai lebih berhak dan dijadwalkan masuk pada tahun 2026.
Sementara itu, Kepala Desa Sukamanah, Indra Surya Pradana, menjelaskan kegiatan pelabelisasian dibiayai dari Dana Desa sebesar Rp 2,7 juta. Ia menilai langkah tersebut penting untuk memudahkan pengawasan di tingkat desa sekaligus mendorong kemandirian bagi keluarga yang kondisi ekonominya sudah membaik.
“Dengan adanya label, kami lebih mudah memantau. Harapannya, warga yang sudah mampu bisa secara sukarela keluar dari program,” kata Indra.
Meski demikian, kebijakan ini memunculkan perdebatan di tengah masyarakat. Sebagian pihak menilai pelabelisasian efektif untuk mencegah bantuan salah sasaran, namun tidak sedikit yang menilai praktik tersebut berpotensi menimbulkan stigma sosial bagi penerima.
Salah satu KPM, Nourma (31), mengaku tidak keberatan rumahnya diberi tanda. Ia berharap langkah ini membuat distribusi bantuan lebih adil. “Kalau memang tujuannya supaya yang benar-benar butuh yang dapat, saya setuju,” ujarnya.
Pelabelisasian rumah penerima bansos di Cianjur kini menjadi sorotan, terutama terkait dampaknya terhadap aspek sosial dan psikologis masyarakat. Pemerintah daerah diharapkan dapat memastikan penertiban data berjalan seimbang dengan perlindungan terhadap martabat warga penerima bantuan. (Red01)
